Bermula dari Jabotabek, eh sekarang Jabodetabek. Muncul pula Gerbangkertosusila (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya , Sidoarjo, Lamongan), Barlingmascakeb (Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, Kebumen), Pawonsari Bakulrejo (Pacitan Wonogiri Wonosari, Bantul, Kulon Progo, Purworejo), atau Joglosemar (Jogja Solo Semarang).
Beruntung tidak ada yang membalik urutannya menjadi Semarang Solo Yogya, disingkat menjadi Semar Loyo. Mungkin di masa mendatang akan muncul juga Dibalang Sendal (Purwodadi, Batang, Pemalang, Semarang , Kendal), atau Kasur Bosok (Karanganyar, Sukoharjo, Boyolali, Solo, Klaten). Asal jangan Susu Mbokde (Surakarta , Sukoharjo, Mboyolali, Kartasura, Delanggu)atau Tanteku Montok (Panjatan, Tegalan, Kulwaru, Temon, Toyan, Kokap)
Anak-anak muda Jogja tidak kalah kreatifnya untuk ikut-ikutan menyingkat nama tempat. Sebut saja Amplas untuk Ambarukmo Plaza , atau Jakal (Jalan Kaliurang), Jamal (Jalan Magelang). Kalau sampeyan sekolah di SMA 6, bisa nyombong kalau sampeyan sekolah di Depazter alias Depan Pasar Terban.
Bahkan, dari pusat kota Jogja, sangat mudah untuk mencapai Paris (Parangtritis), atau Pakistan (Pasar Kidul Stasiun alias Sarkem), bahkan Banglades (Bangjo Lapangan Denggung Sleman).
Sampeyan seorang yang enthengan, ringan tangan, suka membantu, ndak pernah menolak untuk dimintai tolong? Berarti sampeyan layak menyandang nama Willem Ortano, alias Dijawil Gelem Ora Tau Nolak. Atau kalau sampeyan pinter omong, jualan obat, meyakinkan orang dengan omongan sampeyan yang nggak karuan bener salahnya, maka jangan marah kalau sampeyan dipanggil sebagai Toni Boster, alias Waton Muni Ndobose Banter.